(Taiwan/ROC) — Terkait dengan referendum point ke 16, yakni kebijakan apakah masyarakat luas setuju untuk menghapus kebijakan pemerintah terkait penetapan tahun 2025 Taiwan akan menjadi kawasan bebas nuklir. Beberapa mahasiswa merasa bahwa ketika penyusunan referendum ini berjalan, suara masyarakat yang berdomisili di sekitar PLT Nuklir terabaikan. Sehingga para pelajar merancang sebuah platform melalui media sosial. Platform ini diharapkan dapat menjembatani pendapat dari seluruh masyarakat, khususnya bagi para lansia yang tidak terlalu mengerti bagaimana menggunakan jaringan internet. Dengan demikian, suara mereka dapat terwakilkan dan tersalurkan hingga ke khalayak umum.
Referendum kali ini menyertakan suara dari pemilih dengan batas usia minimal 18 tahun. Peluang ini tentu tidak disia-siakan oleh para mahasiswa. Mereka juga membuat halaman khusus di Facebook dengan tajuk “Cerita Penghuni Kawasan PLT Nuklir”. Melalui video singkat dan artikel, mereka menceritakan bagaimana penduduk yang berdomisili di kawasan PLT Nuklir harus menjalani kesehariannya. Mereka berharap suara-suara ini dapat terdengar hingga ke masyarakat luas.
Salah satu mahasiswa Universitas Nasional Taiwan Wei Chen-an (魏辰安) mengatakan, “Referendum kali ini, suara para penghuni tidak boleh terabaikan. Apalagi sampai disalahartikan”.
Ketua Pelaksana Asosiasi Anti Nuklir di Pesisir Utara Taiwan Guo Qing-lin (郭慶霖) mengemukakan referendum kali ini tidaklah adil. Dikarenakan adanya ketimpangan data dan kemahiran masyarakat dalam menggunakan jaringan sosial media. Ini juga dipastikan ada sebagian besar para lansia yang tidak begitu paham akan penggunaan komunikasi internet, bahkan mereka juga tidak mengerti akan dampak yang dapat diakibatkan oleh referendum ini.
Guo Qing-lin mengatakan, “Kebijakan anti nuklir harus dimasukkan ke dalam hukum konstitusi ROC. Di dalam konstitusi kita, tidak tertulis dengan jelas terkait apa yang kita pergunakan dalam mengembangkan perekonomian dan penerapan teknologi, haruslah tidak membahayakan kelangsungan hidup anak cucu kita. Ini tidak ada”.
Para mahasiswa membentuk halaman khusus di jaringan media sosial Facebook, dengan tajuk “Cerita Penghuni Kawasan PLT Nuklir”. Diharapkan suara mereka dapat terdengaroleh masyarakat luas. Ini juga menjadi bukti nyata, akan penolakan mereka terhadap poin ke 16 dari referendum.
